Fakultas Farmasi USB Bahas Penggunaan Obat Off Label


Obat Off label merupakan obat yang diresepkan dokter di luar indikasi dalam brosur atau label yang telah disetujui oleh lembaga atau badan yang berwenang (dalam hal ini BPOM, FDA, EMA, MHRA). Beberapa dokter memilih meresepkan obat off label dengan berbagai alasan diantaranya Karena obat yang tersedia dan telah disetujui indikasinya tidak memberikan efek yang diinginkan atau kurangnya respons klinis pada pengobatan sebelumnya. Tidak cukupnya data farmakokinetik, farmakodinamik dan efek samping obat terutama pada anak anak dan ibu hamil juga menjadi salah satu alasan mengapa dokter memilih meresepkan obat off label. Selain itu, pada obat kategori off label bisa saja bukti klinis tentang efikasinya sudah ada, namun belum dimintakan approval kepada lembaga berwenang karena berbagai alasan. Hal tersebut diungkapkan oleh Letkol Kes Lamhot Burju Simanjuntak, M.Farm., Apt., M.Han. yang merupakan alumni S1 Farmasi USB 1999 dan Apoteker USB 2004, pada kegiatan kuliah tamu dengan tema “Penggunaan Obat Off Label” pada Jumat (10/11) di Gedung A.1 Universitas Setia Budi Surakarta. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh mahasiswa S1 FarmasiUSB secara hybrid.

Lamhot yang saat ini menjabat sebagai Irdyadikpers Itutpers Itum Itjenau menjelaskan bahwa terdapat beberapa permasalahan yang timbul dalam penggunaan obat off label. Bila obat digunakan di luar indikasi yang tertulis dalam label obat, dan jika obat memberikan efek yang tidak diinginkan, maka produsen tidak akan bertanggung jawab terhadap kejadian tersebut. Terkadang pasien juga tidak mendapatkan informasi yang cukup dari dokter , jika dokter meresepkan obat secara off label. Banyak penggunaan obat off label yang belum didukung bukti klinis yang kuat. Obat obat yang diresepkan secara off label umumnya tidak dicover oleh asuransi, sehingga pasien harus membayar sendiri obat yang belum terjamin efikasi dan keamanannya.

Adapun dampak dari kurangnya informasi tentang obat off label ini bagi seorang farmasis adalah salah pemberian Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) kepada pasien dan adanya protes dari profesi kesehatan lain kepada farmasis. Sementara pada pihak pasien, kurangnya informasi tentang obat off label dapat menyebabkan kepatuhan pasien berkurang (takut minum obat, dan menghentikan terapi), serta gagal dilakukannya terapi pada pasien karena keamanan obat tersebut diragukan. Maka terkait dengan hal tersebut, seorang farmasis harus mengikuti perkembangan informasi obat terbaru. Dalam hal penggunaan obat off label ini farmasis juga berperan untuk memberikan informasi yang benar kepada pasien, memberikan rekomendasi terapi obat kepada dokter, dan melakukan pemantauan terapi obat dan efek samping obat.