ALUMNI USB DALAM PERJUANGAN MELAWAN COVID-19

 

Pandemi global Corona Virus Disease (Covid-19) yang melanda lebih dari 215 negara masih terus dilawan oleh negara-negara di Dunia. Meskipun saat ini banyak negara yang sudah memberlakukan “new normal”, namun bukan berarti hal ini membuat kita menyerah dalam berperang melawan Covid-19. Indonesia sebagai salah satu negara yang terdampak pandemi Covid-19 juga telah mewacanakan penerapan “New Normal”.

Dikutip dari tempo.co.id Indonesia akan melaksanakan beberapa fase dalam pemberlakuan keadaan “New Normal” tersebut. Secara singkat Fase 1 dimulai 1 Juni 2020 yaitu dengan mulai dibukanya industri dan bisnis dengan prosedur ketat sesuai protokol kesehatan Covid-19. Sektor kesehatan beroprasi penuh dengan memperhatikan kapasistas sistem kesehatan. Fase 2 dimulai 8 Juni 2020 dimana toko, pasar dan mall sudah dibuka dengan menerapkan protokol ketat kesehatan. Fase 3 dimulai 15 Juni 2020 dimana toko, pasar, dan mall tetap dibuka, sementara kegiatan kebudayaan diperbolehkan dengan jaga jarak, dan kegiatan sekolah dengan sistem shift. Fase 4 dimulai 6 Juli 2020 dengan pembukaan restoran, café, tempat gym dengan protocol ketat. Pada fase ini bepergian ke luar kota sudah boleh dilakukan, dan kegiatan ibadah dapat berlangsung dengan jumlah Jemaah terbatas. Fase 5 dimulai 20 dan 27 Juli 2020 dimana seluruh kegiatan ekonomi sudah dibuka, dan dilakukan evaluasi seluruh kegiatan-kegiatan sebelumnya.

Pemberlakuan keadaan “new normal” di Indonesia tersebut bukan berarti kita menyerah dalam peperangan melawan Covid-19. Seluruh tenaga kesehatan di Indonesia sejak awal kemunculan Covid-19 hingga saat ini masih menjadi garda terdepan dalam perang melawan Covid-19. Tidak terkecuali para alumni Universitas Setia Budi Surakarta yang menjadi tenaga kesehatan di Rumah Sakit yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Salah Satu alumni yang sampai saat ini masih berjuang melawan Covid-19 adalah Anggraeni Dwi Astuti, A.Md.Ak. Aggraeni adalah alumni Program Studi D3 Analis Kesehatan USB angkatan 2016. Anggraeni lulus dari Program Studi D3 Analis Kesehatan USB dengan IPK 3,65 dengan predikat Cumlaude. Pada saat berkuliah Aggraeni juga sempat menjadi mahasiswa berprestasi tingkat Diploma dan menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Biokimia. Setelah lulus Aggraeni menjadi ATLM (Ahli Teknologi Laboratorium Medik) di RSUD Dr. Raden Soedjati Soemodiharjo Grobogan Purwodadi.

Pada masa pendemi ini Aggraeni ditunjuk menjadi salah satu tim penanganan Covid-19 di Laboratorium RSUD Dr. Raden Soedjati Soemodiharjo. Gubenur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo telah menetapkan RSUD Dr. Raden Soedjati Soemodiharjo sebagai RS rujukan Covid-19 di Kabupaten Grobogan. Hal tersebut sempat membuat Anggraeni merasa cemas dan takut. Namun dirinya mengaku tetap bersyukur karena dapat bermanfaat bagi orang lain saat pandemi.

Anggraeni mengungkapkan, pada awalnya di RSUD Dr. Raden Soedjati Soemodiharjo kondisi APD sangat minim, dan ruang isolasi sedikit. Hal itulah yang membuat dirinya khawatir. Namun lambat laun Aggraeni mulai bisa menerima dan berdamai dengan hatinya, bahwasanya inilah perjuangannya dalam melawan Covid-19 untuk masyarakat Grobogan dan Indonesia. Seiring dengan berjalannya waktu, di RSUD Dr. Raden Soedjati Soemodiharjo APD semakin diperbanyak, ruang isolasi juga terus ditambah. Hal itu membuatnya semakin yakin dan teguh dalam perjuangannya.

Anggraeni merupakan seorang analis kesehatan (ATLM) yang bertugas dalam pengambilan swab, pengecekan rapid test dan menangani plebotomi pasien di poli Covid-19. Poli Covid-19 merupakan poli yang sangat berat di masa pandemi ini. Seluruh tenaga kesehatan baik itu dokter, perawat, analis kesehatan (ATLM) harus selalu mengenakan baju hazmat saat berada di dalam poli ini. Menurut Anggraeni baju hazmat merupakan baju yang paling tidak nyaman dipakai semasa hidupnya. Untuk memakai baju hazmat ini memerlukan waktu yang lama, bahkan perlu bantuan dari rekan yang lainnya. Pada saat memakai APD lengkap harus bisa mengatur nafas dengan baik karena memakai masker yang berjumlah lebih dari satu lapis. Jika tidak dapat mengatur nafas dengan baik maka akan terasa lebih pengap. Selain itu akan membuat kaca mata menjadi berembun dan mengganggu saat melakukan tindakan. Baju hazmat yang dipakai juga membuat keringat mengalir deras dari badan Anggraeni.

Aggraeni  juga mengungkapkan, tindakan yang sangat berat adalah ketika melakukan swab test. Hal tersebut sangat beresiko, sehingga seluruh tenaga kesehatan yang telah melakukan swab test maka wajib melakukan isolasi diri selama 14 hari. Hal tersebut dilakukan sebagai protokol kesehatan untuk memutus mata rantai Covid-19. Hasil swab yang diperoleh dari pasien di RSUD Dr. Raden Soedjati Soemodiharjo kemudian dikirimkan ke Rumah Sakit yang sudah ada qPCR untuk memperoleh hasil apakah pasien positif Covid-19 atau tidak.

Melihat beratnya perjuangan para tenaga medis dalam memerangi pandemi Covid-19 ini sudah sepatutnya kita berjuang bersama-sama dengan mereka dengan melakukan tugas kita sebagai masyarakat dengan mematuhi himbauan protokol kesehatan untuk bersama-sama melawan Covid-19 di Indonesia.

Ditulis oleh : Dr. Rizal Maarif Rukmana, S.Si., M.Sc. (Kaprodi D3 Analis Kesehatan USB)